Sosial media Internal Perusahaan


Social Media Internal Perusahaan 
Welcome in blog -Yammer adalah salah satu contoh social media yang digunakan sebagai media komunikasi internal di perusahaan : 
Sosial media internal perusahaan tidak hanya memberikan manfaat bagi karyawan dan para leader, tetapi juga berdampak positif pada bisnis. Untuk itu, diperlukan strategi untuk menerapkannya di perusahaan Anda agar penerapan social media tidak berakhir dengan kegagalan.
seorang teknisi di perusahaan multinasional, tidak suka ber-social media. Menurutnya, situs-situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan lainnya, itu hanyalah mesin pembuang waktu. Tetapi ketika perusahaan tempatnya bekerja meluncurkan social media internal,dia termasuk salah satu yang cukup aktif meramaikan situs web internal itu. Dia termasuk salah satu yang rajin mem-posting status, komentar, like, share, dan lain-lain.
Aktifnya karyawan seperti dia tidak terjadi secara instan. Awalnya dia menemukan social media internal ini sangat membantu pekerjaannya. Setiap saat dia ingin mencari informasi tentang suatu produk terbaru, dia dapat menemukan pakar yang dapat menjawab pertanyaannya dengan cepat. Di dalam situs itu dia juga bisa menemukan forum diskusi yang membicarakan tentang produk baru tersebut, detail spesifikasinya, cara trouble shooting yang pernah dilakukan oleh kelompok lain di negara lain, dan sebagainya. Dia menemukan situs itu sangat membantu pekerjaannya.
Dari situlah, karena merasa sudah sering dibantu, dia pun ingin membalas kebaikan yang sudah diterimanya, dan dia pun mulai rajin melakukan sharing. Mulai dari membagikan pengalamannya di forum-forum diskusi tentang hal-hal yang pernah dialaminya dalam pekerjaan, hingga menjadikan social media ini kebiasaan, seperti mem-posting status, mengecek komentar, memberi komentar ataupun sekedar memberi “like.” Ketika mendapatkan banyak tanggapan dari dalam maupun luar negeri, Budi pun menjadi makin senang sharing.
dia juga menemukan banyak manfaat dari tool ini. Melalui tool ini ia menjadi tahu kesibukan dan apa yang dikerjakan bagian lain di perusahaannya. Sebelumnya dia tidak tahu apa yang dikerjakan bagianfinance, marketing, dan lain-lain. Dia tidak tahu sebelumnya setiap bulan Maret kesibukan bagian finance memuncak, pada akhir tahun bagian HR mempersiapkan performance appraisal, bagian-bagian lain yang stres membuat laporan maupun budgeting untuk tahun depan. Bahkan melalui tool ini juga, dia menjadi tahu tidak jauh dari tempat mereka biasa makan siang, ada penjual roti maryam yang terkenal.

Leader dan Big Data :
Dari sisi leader, sosial media internal perusahaan seperti ini seharusnya menjadi mainan baru yang seru. Dengan adanya tool ini, para leader dapat memonitor percakapan karyawan, mengukur climateorganisasi, mengetahui apa yang sedang menjadi permasalahan yang dialami para karyawan, maupun melakukan tindakan cepat apabila ada permasalahan, sebelum masalah itu berkembang menjadi lebih serius.
Inilah saatnya yang disebut McKinsey bahwa Web 2.0 memasuki saat “gajian”. Sosial media yang selama ini dianggap sebagai mainan, sesuatu yang tidak penting, kini mulai dianggap serius. Mayoritas responden yang disurvei McKinsey menyatakan bahwa organisasi mendapatkan benefit dari penggunaan Web 2.0. Penyatuan Web 2.0 dengan dunia korporasi salah satunya adalah dalam wujud social mediainternal atau disebut enterprise social network (ESN).
Lebih dari data-data karyawan yang sudah ada selama ini, kini HR dan para leader menghadapi big data. Dilihat dari volume serta ragamnya, data yang dihasilkan ESN ini dapat dikategorikan big data. Apalagi bila kecepatan pengelolaannya (velocity) cukup tinggi untuk memberikan data analisis yang berarti untuk perusahaan.
Dari aneka data standar yang dahulu dimiliki HR, paling-paling perusahaan hanya mengetahui hal-hal mendasar dari karyawan, seperti usia, jenis kelamin, tanggal lahir, IPK, dan pengalaman kerja. Dengan era big data, perusahaan bisa mengetahui jauh lebih banyak, misalnya saja perusahaan dapat mengetahui minat dan hobi karyawan. Data ini bisa menjadi penting dalam pengembangan dan pengelolaan karyawan.

Implementasi Pertama ESN Seringkali Gagal :
Contoh di atas mengilustrasikan kondisi ideal dalam implementasi ESN di perusahaan, di mana baik karyawan maupun perusahaan merasakan dampaknya. Dengan begini, ESN bukan lagi sekadar aktivitas “main-main”, tetapi benar-benar memberikan dampak pada bisnis. Dampak pada bisnis jelas, seperti cepatnya sebuah masalah diselesaikan, pengetahuan yang menyebar dengan cepat dan murah, menurunnya biaya telepon, bahkan meningkatnya engagement dan produktivitas karyawan.
Sayangnya, seperti dilaporkan CIO.com, implementasi pertama ESN seringkali berakhir dengan kegagalan. Di sekitar kita walaupun tidak banyak dibicarakan, banyak perusahaan sebenarnya telah memiliki sistem semacam ini. Biasanya merupakan sistem yang dibawa dari perusahaan pusat di luar negeri, sistem ini diimplementasikan begitu saja, tanpa sosialisasi dan program yang serius. Alhasil, tidak banyak karyawan yang mengetahuinya, apalagi menggunakannya. Sayang sekali, tool yang berpotensi hebat ini terbengkalai begitu saja.

Attract, Engage, Retain :
ESN tidak sama seperti Facebook. Kita tidak bisa memasang ESN di perusahaan lalu mengharap karyawan akan mendaftar dengan sendirinya seperti halnya mereka mendaftar di Facebook.
Dalam implementasi ESN, pendekatan yang sama dengan situs web dapat digunakan. Seperti halnya sebuah situs web, ESN akan mengalami siklus yang dimulai dari Attract, Engage, Retain. Pada faseAttract (menarik pengunjung) ESN membutuhkan tujuan yang jelas “mengapa karyawan harus menggunakan alat ini” dan strategi sosialisasi atau kampanye internal yang tepat.
Fase Engage (keterlibatan karyawan, keaktifan interaksi) berhubungan dengan strategi content dan pengelolaan. Sementara fase Retain adalah mengenai seberapa banyak dari pengguna yang terus kembali. Pada fase ini banyak dilakukan pembelajaran mengenai perilaku pengguna sehingga didapatkan pendekatan yang makin efektif untuk mendapatkan kesetiaan pengguna.

Kuncinya adalah Strategi Content dan Pengelolaan Terintegrasi :
Di sini secara khusus saya ingin membahas tentang strategi content dan pengelolaan karena di situlah terletak kunci keberhasilan ESN. Ketika berbicara tentang content digital, kita tidak lagi membahascontent satu arah, tetapi tentang percakapan (conversation). Karena itu strategi content untuk era Web 2.0 lebih kompleks, keahlian tim yang dibutuhkan pun lebih kompleks. Bukan hanya seorang yang bisa menulis, membuat content di era Web 2.0 adalah membuat percakapan.
Ada tiga sisi dalam melihat strategi ESN, yaitu feature, content, dan tim pengelola. Feature berkaitan dengan apa yang bisa dilakukan dengan ESN. Feature standar ESN terdiri dari Profile, Contacts, Status, Search, Tags, Communities/Group, Blog, Discussion Forum, Share File, Wiki, dan Analytics.
Content berbeda-beda sesuai dengan tujuan ESN ini untuk perusahaan. Pada dasarnya ESN dapat digunakan untuk tujuan kolaborasi (mendukung pekerjaan) maupun komunikasi (mendukung komunikasi internal). Sebuah tim pengelola diperlukan untuk membuat perencanaan content, menghidupkan percakapan, dan memastikan tujuan ESN tercapai.
Tim admin ini sebaiknya mewakili setiap unit bisnis yang ada, sehingga content setiap bagian terwakili di dalam ESN. Adalah ide yang baik untuk mengidentifikasi di antara karyawan-karyawan kita parasocial media enthusiast. Mereka yang memiliki passion terhadap social media ini dapat dipilih dari bagian apa saja. Merekalah yang nanti akan menjadi sukarelawan atau akan menerima reward tertentu untuk membantu perusahaan menghidupkan percakapan di ESN.
Komposisi tim pengelola sebaiknya terdiri dari seorang ahli strategi (strategist), ahli komunikasi (communicator), dan analyst. Yang menjalankan sehari-hari adalah sang komunikator, yaitu seorang yang pandai berkomunikasi di sosial media, namun strategi dirumuskan bersama tim yang lain.
Untuk memastikan kesiapan organisasi, pada fase awal implementasi ESN, adalah ide yang baik untuk memberikan pelatihan, khususnya kepada para leader. Pada berbagai kasus kami menemukan dalam penyerapan ESN, karyawan malah lebih cepat mengadopsi social media internal ini dibanding para pimpinan. Selain pengenalan terhadap social media, juga penting untuk mempersiapkan mindset para leadertentang perubahan cara berkomunikasi, termasuk pengaruhnya di tempat kerja.
Para pemimpin dan HR yang belum siap dengan kecepatan respon yang diperlukan misalnya, dapat menjadi faktor penghalang keberhasilan implementasi ESN. Tanpa kesiapan organisasi, implementasi ESN akan menjadi basa-basi saja. Kabar baiknya, kini makin banyak bagian HR telah berbenah dan bersiap-siap.
Saat menghadiri Singapore Human Capital Summit pada bulan September yang lalu, ada satu hal yang menarik. Tahun inilah pertama kali dalam gelaran tahunan itu istilah “big data” mulai berdengung. Istilah yang biasa hanya beredar di kalangan TI maupun digital, kini telah merambah dunia HR juga. Kami yakin big data akan makin menjadi sahabat HR dan para leader, dan TI akan menjadi enabler-nya

Postingan terkait: